top of page
Bunga Septiana Lestari

Hegemoni Media Sosial dalam Menyongsong Pemilu 2024


Ilustrasi Sosial Media
Ilustrasi Sosial Media


Hegemoni Politik Media Sosial

Saat ini media sosial banyak digunakan sebagai alat untuk menyebarluaskan gagasan tertentu yang mendukung dan memperkuat kekuasaan kelompok sehingga dapat diterima secara luas oleh masyarakat menjadi suatu kebiasaan. Dalam hegemoni media sosial, dapat kita pahami bahwa adanya pengaruh, dominasi, dan kekuasaan teknologi berbasis internet yang digunakan sebagai alat interaktif atau pertukaran informasi dalam mencapai suatu kepentingan pihak tertentu. Saat ini tidak dipungkiri bahwa penggunaan media sosial tidak lagi dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Hal tersebut dapat terlihat dari pergeseran perilaku masyarakat baik dalam memproduksi, mengkonsumsi, ataupun menyebarluaskan pesan (Juditha, 2018).


Menurut Fuchs (2014), hegemoni politik di media sosial adalah keterlibatan dalam keputusan kolektif yang mendeterminasi aspek-aspek kehidupan dari anggota masyarakat suatu komunitas dan sistem sosial tertentu dimana struktur kekuatannya dalam masyarakat modern dapat terlihat dengan adanya kontrol terhadap pihak lain. Kekuatan dalam hegemoni politik di media sosial berada pada kebebasan memposting konten apapun karena kekuasaan yang tanpa batas itulah terkadang menjadi buntut dari adanya hegemoni politik.


Media Sosial Jadi Senjata Meraup Suara

Contoh Surat Suara Pemilu (Sumber: UGM)
Contoh Surat Suara Pemilu (Sumber: UGM)

Dalam kaitannya dengan pemilihan umum 2024, media sosial ditengarai menjadi senjata paling ampuh untuk meraup pemilih apalagi dari kalangan muda. Hal itu disebabkan karena pengguna media sosial mayoritas berasal dari generasi milenial dan generasi Z. Maka dari itu, tak asing lagi pada masa akhir-akhir mendekati tahun kontestasi demokrasi ini sejumlah tokoh dan politisi cukup aktif menggunakan media sosial sebagai platform komunikasi dengan masyarakat. Hal tersebut termasuk dalam fenomena hegemoni politik karena secara tidak sadar masyarakat sudah terhegemoni melalui kampanye calon presiden menggunakan media sosial miliknya.


Hegemoni media sosial tentunya dapat mempengaruhi pilihan politik masyarakat dalam pemilihan calon presiden 2024 yang akan datang. Contoh saja keberhasilan Rodrigo Duterte yang terpilih menjadi Presiden Filipina ke 16. Keberhasilan Presiden Duterte berkat topangan sosial media facebook milik Margaux Justiano Uson yang menjadi timses Duterte di Pemilu Filipina. Akun facebook milik Uson memiliki 5 juta lebih pengikut. Informasinya, perkembangan pengguna internet di Filipina mencapai 58% penduduk dan rata-rata mereka menghabiskan 4,17 jam perhari untuk bermedia sosial. Maka wajar bila Uson berkampanye lewat media daring (dalam jaringan) begitu efektif (Ohang, 2017).


Bila dilihat dengan situasi dan kondisi di Indonesia, sudah tidak asing lagi bahwa digadang-gadang Ganjar Pranowo menjadi salah satu nama kandidat calon presiden yang diusung oleh PDIP yang maju dalam pemilihan presiden 2024 yang akan datang. Ganjar Pranowo sangat memanfaatkan media sosialnya untuk menciptakan citra positif yang berbeda dan berciri khas yang tidak dimiliki oleh politikus lain. Wacana yang tersirat berada dalam slogan bio Instagram Ganjar yang berbunyi “Tuanku ya Rakyat, Gubernur cuma Mandat.” Hal tersebut menjadi langkah awal strategi Ganjar untuk membangun personal branding melalui media sosial. Tidak jarang juga Ganjar merespon pertanyaan warganya dengan aksinya yang berbeda dengan yang lain. Hal tersebut merupakan suatu bentuk hegemoni terhadap masyarakat melalui kampanye di media sosial agar masyarakat dapat merasakan kehadiran.


Ganjar sebagai pemimpin yang memiliki hubungan kedekatan di tengah-tengah masyarakat walaupun hanya menggunakan media sosial saja. Ganjar menerapkan strategi pembentukan personal branding dengan empat cara yang sukses membuatnya menjadi lebih dekat dengan masyarakat melalui determine who you are, determine who you do, position yourself, and manage your brand (Khasabu, 2022). Cara ini terbukti memberikan hasil nyata dengan terpilihnya Ganjar sebagai Gubernur Jawa Tengah selama dua periode berturut-turut. Untuk itu, sepertinya Ganjar tetap menggunakan strategi tersebut untuk menghegemoni masyarakat agar dapat meraup banyak suara.


Tindakan nyeleneh yang dilakukan oleh sosok Aldi Taher yang menggunakan media sosialnya untuk bertingkah aneh pun supaya mendapatkan perhatian dari publik. Sosoknya yang bergabung di kedua partai seperti PBB dan Perindo menjadikan popularitas kedua partai tersebut menjadi naik akibat sosok Aldi Taher yang bertingkah “kocak.” Publik merasa terhibur dengan aksi kocak nya itu. Politik hiburan ala Aldi Taher menjadikan senjata untuk menggaet pemilih dalam pemilihan umum. Masyarakat yang melihatnya menjadi terhegemoni dengan aksi freak nya di media sosial. Akhir-akhir ini juga beredar video para kader partai PAN yang menggelorakan mars PAN untuk menarik perhatian publik. Sederetan para artis yang menjadi kader PAN pun ikut meramaikan mars tersebut supaya publik dapat tertarik untuk memilih partai PAN. Bahkan, mars tersebut dijadikan lelucon atau bahan candaan oleh masyarakat dengan menjadikan sound mars PAN tersebut viral digunakan banyak pengguna Tik Tok. Hal tersebut ditengarai dapat mempengaruhi pilihan politik masyarakat.


Kesimpulan

Pesta demokrasi menjadi ajang dalam menarik perhatian dan simpati publik dalam mengumpulkan suara demi meraih kemenangan. Seluruh usaha kerahkan oleh calon kandidat dan partai politik untuk mengambil hati rakyat. Seiring dengan perkembangan teknologi, cara yang paling ampuh digunakan para kandidat untuk meraup dukungan adalah memanfaatkan berbagai kanal media sosial dengan strategi yang unik agar dapat mempengaruhi pilihan politik publik. Maka dari itu, masyarakat harus lebih bijak dalam memilih supaya tidak terperangkap dalam lingkaran “promosi” yang dilayangkan oleh calon kandidat atau partai politik yang bertarung. Si penyelenggara pemilu juga harus memperketat regulasi pengawasan kampanye digital untuk menciptakan ruang publik yang sehat dan kontestasi politik 2024 dapat membawa perubahan serta perdamaian.



Referensi:

Juditha, C. (2018). Hegemoni Media Sosial: Akun Gosip Instagram. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik, Vol. 22 No. 1.


Khasabu, R. (2022, Juli 9). Ganjar dan Kiprahnya di Media Sosial. Retrieved from antarajatim: https://jatim.antaranews.com/berita/617669/ganjar-dan-kiprahnya-di-media-sosial


Ohang, A. (2017, September 14). Hegemoni Media Sosial. Retrieved from Kumparan.com: https://kumparan.com/arif-ohang/hegemoni-media-sosial



Profil penulis:

Bunga Septiana Lestari, mahasiswa Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman angkatan 2021.


18 views0 comments

Comments


    bottom of page